Tuesday, December 16, 2003

IRONI ITU

Aku terguguk di rerimbunan patahan patahan ranting sisa
pembakaran semalam
Yang tak habis pungkas termakan bara api kemarahanmu pada
segala kekuranganku , libas seluruh amuk dendam bertahtakan
berbagai macam alasan sempurnakakn batas pandang , tak kabur oleh
pilar pilar yang terus menerus tegak di pelupuk matamu
Riuh rendah gelegar bayangmu bekerjaran dengan pertanyaan mengapa
harus setia sedang kaupun telah lupa siapa mencintai siapa
sulur sulur itu terus menghembuskan nafas nafas bungkahan
hatiku yang tak kunjung reda oleh gelisah. Terpukau pada buih buih
merintih , sementara pagi sebentar lagi menjelma , saksikan
sepasang batin kita merapat di dermaga terdekat
Rasakanlah betapa dulu geliat nafsumu menderu lampiaskan
rindu bak angin topan menerpa pucat wajahku. Sejuta bahana kalbu
mengguncang tanah tempat kita berdiri saling melemparkan
angkara birahi. Bulan madu yang tertunda . betapa manis reguk
cintamu meski sesaat di cekam galau , kematian segera datang ,
awal dari segala yang pergi, akhir dari segala yang datang .
Kurengkuh kemudian buaibuai itu bagai rembulan di
tengah hutan menerangi sepanjang semak semak dan jalan
setapak belukar menuju bukit. Kupulungi serpihanserpihan
serbuk wajahmu yang terserak di babatuan. Gemerlap batu koral di terpa
cahaya kemilau memantulkan seribu sayap malaikat yang
beterbangan di sekitar kita. Pagar pagar bergemerincing
saat harum tubuhmu melewatinya. Ketika kucoba buka mata,
kau ternyata telah duduk disamping tidurku , mengelus
kedua buah dada kekecewaanku pada tatapmu yang palsu .
kubalikkkan kata kata yang tersembunyi di bawah kelepak angin,
kau masih di situ, dan menulikan telingamu . juga ketika
kau raba paha paha , kau tertawa. Aku tertunduk malu ,
ternyata kau datang hanya untuk membuatku kian bernafsu.
Kita bertarung di kerinduan yang memuncak , semprotkanlah
tetes tetes air manimu pada wajahku yang makin pias
di terkam kepuasan yang tak terkatakan. Dan tebarkanlah
bias pesonamu sekarang juga agar aku tertidur saat kakimu
melangkah pergi.
Meninggalkanku begitu saja di sudut perempatan jalan .
Oranglalu lalang tanpa sudi beriba padaku yang masih telanjang.
Terseret seret langkahku kembali menuju hutan batinku
yang terdahulu. Hitam dan kusam , berdebu.
Tengoklah betapa mendayunya seruling gembala
memenjarakan suasana hatinya yang turut terluka oleh
kepergianmu. Larva larva menjelma dari belatung di permukaan
hatiku yang tak lagi biru. Membusuk tebarkan bau.
Terimakasih atas segala kenangan itu, Sorga terdekat
yang akan menjadi tempat persinggahanmu ,
semoga sampaikan salamku. Aku takingin kita saling melukai .
16des2003


No comments: