Wednesday, August 13, 2008

PADAM

Dan padang lengang penuh oleh kesunyian

Ombak menerkam malam

Purnama telah padam

Benarkah pualam ataukah batu nisan, mataku kabur nanar menatap sebentuk bayang

PERJALANAN

berjalan menyusuri lorong lorong hitam

dengan kedai kedai berasap aroma dosa

diantara anjing anjing kampung berbulu tipis mengendusi kaki para pelacur

yang menimang kucing bebulu kusut

kulihat sekeping kenangan berwarna legam

terjatuh dari saku seseorang

sebuah sungai kuseberangi

keruh airnya mengalirkan kekalutan

menuju laut berbuih coklat , tempat kanak kanak merendam mimpi

larut sebuah topi

yang melayang dari kepala seseorang

bersepeda lalu aku menuju desa

jalanan berbatu telah ditumbuhi lumut

seorang kakek tua terbungkuk menggendong jerami di punggungnya

dan beberapa remaja mencoba belajar naik sepeda motor

hasil jerih payah menanam palawija

kusaksikan seekor sapi lepas

dari kandang seseorang

pulang aku menuju rumah

sebuah tiang roboh mencecerkan semua barang

terhambur semua tulang leluhurku

dan sunyi yang amat panjang mengurungku disana

PINTU

Berapa lama lagi sayang

Pintu yang berderit buka tutup buka tutup itu

berhenti.

Entah buka

Atau tutup

Angin memang masih saja kencang bertiup

Karena hari memang makin senja

Sebentar lagi gelap mengurung kita.

Masuklah,dan kau tutup pintu rapat rapat

Atau keluarlah, dan kita pergi jauh jauh

Sebab angin menyukai pintu yang setengah tertutup setengah terbuka

Dan badai bisa saja menghempaskannya tiba tiba

PETI KEMAS

Menambang emas yang lahir dari matamu

: kerlip dolar jatuh berdenting denting menjadi pawai angin.

Lalu kupunguti satu persatu cairan putih beningnya, lewat kutukan kutukan yang membahana.

”langit merah saga, bumi terbelah dua, laut meluap kemana mana”

sorga terbuka

neraka menganga

nenek moyang kita telah mengajarkan beribu ribu doa

dan kita menambahkan dengan aneka logika.

Aku menunduk, ratapi semua

Tapi jasad telah beku dan roh mengelana entah nuju mana.

Tuesday, August 12, 2008

VIOLET

Lajur malam belum lagi di mulai

Kita namai saja ini senja panjang

Menghampar bagai rumput hijau

Di tepi danau pengantin

Kubisikkan pada senyap yang membasah di lenganku

Sebuah rindu yang menyengat

Dan kubiarkan This Masquerade menguar gemulai di ruang kita yang kosong

Kau datang dalam angan

Benar datang

: Dalam angan

bersama segelas gin tonic

tumpah pula kesedihan

meledak ledak di kepala

:sebuah sunyi

( yang membelenggu bayangmu)

senja masih simpan violet cahaya

dalam remang aku bersijingkat ingin mengelebuhi waktu

tapi kini malam telah tiba

pekat gelapnya

dalam kabut, kuharap pagi mempertemukan kita

KUDA LUMPING

Tubuh siapa itu menari nari , setengah ekstase memenuhi panggilan dunia lain

Tubuh siapa itu bergelempangan di rerumputan

Meraung raung tercabut separuh nyawa

Roh siapa itu beterbangan

Hinggap kesana kemari

Jiwa jiwa kehilangan arah

Menunggangi tubuh tubuh kosong

Dan seperangkat gamelan yang berdengung gaduh

Sinden yang nembang jerit miris

Lecutan cemeti memecah gemuruh

Lenguhan, tendangan, brutal gerakan atau gemulai tarian

Anak anak yang berlarian

Pesta arwah di sepetak tanah yang di jaga para tetua

Sungguh, aku melihat dunia kubur dari secelah jendela

Jiwa jiwa dipanggil

Tubuh tubuh bersedia

Maka menyatulah dunia mati dan hidup

Aku terpekur

Matahari tepat diatas kepala

Bayanganku menyatu dengan bumi

Lalu rentak tari menikam jantungku

Tiba tiba

Shantined, 8 juni 2008 , wondered by kuda lumping show.

PRELUDE

Serupa lagu nina bobok yang dinyanyikan bidadari terus menerus sepanjang hari, maka aku mengantuk oleh timanganmu.

Dan saat lelapku, kau pergi mengendap endap, tanpa alas kaki, tanpa busana, tanpa nama, tanpa raga, tanpa jiwa.

Ngungun aku ketika terbangun

Kau tak ada !

Empty Street

Tirus wajah bulan meneteskan darah

Malam malam begini apa yang kan kubuat

Jalanan lengang, tak nampak sesuatu buat teman

Langkahku lalu gontai nuju dermaga

Yang semakin berkecipak airnya

Ada dingin disana

Menusuk nusuk bayangan kita yang seminggu lalu berdiri bersama disini menyusun cinta.

Malam telah bertambah tua, angin deras menerpa syalku yang melambai lambai

Bulan makin pasi

Langit kelam hendak mengirim hujan pada bumi

Aku kembali pada jalan yang lengang , hanya riuh desing angin menyemburatkan debu jalanan.

Aspal makin hitam, rinai turun, udara basah

Malam tembaga

Jalanan kosong menyimpan kesedihan kesedihan yang tak terelakkan.

Andai , seandainya

Kekosongan ini kau isi

: dengan dalam dalam kasihmu

tentu sepi ini tak tergambar jelas di langit malam ini.

Tapi sengaja kupilih diam dan berjalan sendirian

Agar api tak membakar, agar air tak menenggelamkan