Aku bukan Shinta, kaupun bukan Rama
Kita hanya pendusta yang belajar menatap mataforgana
Menjadi nyata
Kitapun tak pernah sanggup
Membuka pasung pasung
Hanya dengan mantera cinta
Monday, April 11, 2005
Dalam Tempurung Otakku
Kisah demi kisah yang tertempurung dalam otakku
Mengendap dan diam
Melumpur sesekali
Atau melumut kemudian
Sambil terus menampung tanpa tumpah berjuta giga memori
berbagai kisah lagi , tanpa mesti berkeluh kesah
Mengendap dan diam
Melumpur sesekali
Atau melumut kemudian
Sambil terus menampung tanpa tumpah berjuta giga memori
berbagai kisah lagi , tanpa mesti berkeluh kesah
Gelas Kopi
Gelas kopi telah kosong
dan panas matahari mengelupas mimpi
pagi berderit panjang, siang menjelang
bayangmu masih lengkap
lengket di kelambu remang mataku
yang meriap mencari cahaya
hari
gelas kopi tetap kosong
kala aku mengupas bayangmu
menjadi serpihan serpihan kecil
dan kutaburkan lagi
di mataku yang masih meriap mencari siang
hari
Kiranya kristal kopi telah tercipta
Dari panggang terik matahari yang menembus
Gelas kopiku
Dan segera aku menjumputnya, menjejalkan di mata
Yang semakin remang menatap
Bayangmu
Dan aku semakin tak mengerti
Mengapa hari hari begitu pekat
Mengopi di gelas gelas yang masih saja kosong
menggemerincing
dan panas matahari mengelupas mimpi
pagi berderit panjang, siang menjelang
bayangmu masih lengkap
lengket di kelambu remang mataku
yang meriap mencari cahaya
hari
gelas kopi tetap kosong
kala aku mengupas bayangmu
menjadi serpihan serpihan kecil
dan kutaburkan lagi
di mataku yang masih meriap mencari siang
hari
Kiranya kristal kopi telah tercipta
Dari panggang terik matahari yang menembus
Gelas kopiku
Dan segera aku menjumputnya, menjejalkan di mata
Yang semakin remang menatap
Bayangmu
Dan aku semakin tak mengerti
Mengapa hari hari begitu pekat
Mengopi di gelas gelas yang masih saja kosong
menggemerincing
Subscribe to:
Posts (Atom)