Thursday, January 29, 2004

INI

ini gunung , ini gugusan , dan ini derai semilirnya
ini laut , ini ombak , dan ini batu karangnya
ini api , ini bara , dan ini abunya
ini telaga , ini biru , dan ini batunya
ini rumah , ini halaman , dan ini kuncinya
ini cinta , ini rindu , dan ini airmatanya
demikianlah kulukis semuanya di bebatuan hatiku yang kelam

ini pagi , ini terang , dan ini mataharinya
ini hutan, ini rusa , dan ini api unggunnya
ini kamar , ini bantal , dan ini mimpinya
ini lagu , ini nada , dan ini lengkingannya
demikian tak lagi kulukis , melainkan kusihir menjadi nyata !

PENGEMBARA YANG LETIH

Sesungguhnya aku masih mengembara , mengelabuhi seluruh panca indera, melesat kelangit impianku sendiri ,merajalela melukis warna warni kusuka, kugoreskan ke kanfas cakrawala.
Aku terbang tinggi di awan , memetik bintang , mendekap matahari.
Mengunyah segala rupa kembang dan madu, meski duri dan racun mengintaiku.
Menjelajah hutan rimba , semak belukar, berburu harimau, menantang singa, menyembelih ular betina, merobohkan pohon raksasa, betapa perkasanya aku !
Mataku masih nyalang bagai elang , mencari apa yang pernah hilang.
Tanganku tak henti menyelusup kesetiap saku baju.
Hidungku mengendus setiap bau yang kukenal, dan telingaku bak telinga kucing yang mendengar denting piring.
Tapi rasa rasanya ini percuma ,aku kelelahan dan sakau di perempatan. Linglung sendirian ,gelap malam mengajakku berteduh dari hujan badai , di puing puing yang kusukai.
Maka kubuka telapak tanganku bagi segumpal awan yang singgah diteras rumahku.
Kutampar segala bayang kerinduan , dan kumulai lagi perjalanan, ketika genap lelahku kubenamkan dibayangmu yang datang kemudian.
Arum jeram mendamparkanku kesepotong nafasmu kini , saat buli buli di pundakku nyaris mengering.
Maka kurobek robek segala peta yang mengajariku alur alur arah yang harus kulewati .Persetan dengan arah angin dan spedoometer , bahkan aku telah lupa aku ini naik apa , tiba tiba saja kita telah bertatap muka. Entah kau ini datang dari penjuru sebelah mana.
Lalu kita berlomba melukis rasa, tentu warna kita beda, tapi luka kita sama.
Garis garis kesedihan tercarut marut disekujur kata kata . Biru melebam kisah kita yang berawal dari lelehan lilin yang bernama cinta. Jelaga yang menghitam membutakanku atas segala bayang bayang , hanya bayangmu datang memendarkan sinar terang.Cahaya di kegelapan .
Angin semilir masuk menggantikan pengap ruangan .Oh ..andai saja kita bertemu di salah satu ruangan yang dulu kututup mati. Tapi demi langit dan bumi , entah mengapa aku telah merasa mengenalmu berjuta tahun yang lalu , dan kini datang lagi sebagai reinkarnasi, atau ilusi penipu diri , ataukah sekedar mimpi?
Senja telah hampir tiba saat kutemukan dirimu menunggu dipintu , dan aku juga menunggu dipintu yang lainnya. Lalu di ruang yang mana kita akan bertemu?
Kurasa aku tak lagi perkasa kini, bahkan tergolek lemah di lembah. Bukan karena kegetiran yang menghanguskan kembang. Namun karena kuncup yang tak kunjung jua kau petik,sedang madunya telah kutawarkan padamu, hanya padamu. Percayalah, kuncup ini bukan kembang yang dulu layu.
Lemah gemulai tarian kupu kupu di untaian selendang maya yang telah kita kibarkan. Pantaskah aku menantikan sayapmu merengkuhku?karena terlalu indah lukisan di kepakan tinggi sayapmu.

23.50 wita , 29 jan 04

Wednesday, January 28, 2004

LOLONGANKU

Aku gemetar disuatu pagi , meratap, melolong, didanau yang kau namakan serambi harapan
Tanganku menggapai tapi tetap arus menenggelamkanku perlahan lahan
dan ketika tubuhku mati , remuk dipusaran air , sukmaku justru terbang mengitari malam, menghampiri lolongan lolonganku yang tercecer tak terpunguti.
Dan menaburkan bunga di serambi serambi itu , danau yang merah oleh darahku.
Air yang tak surut oleh waktu , gemuruh yang mengantar gelombang,serupa bias kemuning disenja yang muram.
Dan jasad membentuk renik renik , bahkan ada yang menjelma sebagai permata ,meski tenggelam di pasir , cahayanya sampai di pintu surga, rupanya terpa sinar surya menyampaikan kerlipnya.
Dan jika tanganmu yang kokoh memungutnya, tiba tiba saja ia berubah lagi menjadi lolongan panjang.
Entah mengapa hatimupun teriris dan mendesah perlahan.
Menggenggamnya dan meletakkan disudut ruangan , berharap suatu saat berubah menjadi sepotong nyanyian.
Ketika sarang laba laba dan debu mengurungnya lolongan itu tak ubahnya seperti batu candi yang belum tergali.
Reliefnya menyimpan berbagai cerita , namun retak oleh debur ombakku sendiri. Ya, lolonganku masih menyimpan debur ombak yang pertama kali menghempaskannya ketengah danau itu.
Telaga yang berombak kini masih terlihat merah oleh darah dan sukma yang terus bergentayangan masih berputar putar diatas gelombang .
Mencari dimana genggammu pernah menyimpan lolonganku yang hilang.
Mungkin juga kau telah lupa dimana kau menaruhnya.
Lalu mengapa kau menunggu termangu , bilakah lolongan itu menjelma nyanyian , jika tak kau basuh dan belai sayatan sayatannya.
Danau masih terbentang luas, tanah lapang bagi penantian .
Serigala yang terluka masih melolong panjang merindukan rembulan malam.



Friday, January 23, 2004

THE TRAIN

I think the train to begin to move slowly
leaved the old station
The tree was vagued , fly beside our windows
The poles are run , i can't see decided
It's true , the train to begin to move, to climb the mountain
bending and spreading
go to next station or fly to the moon

There is breeze make the sleepy
There is mountain range , make to be dew our face
There is race field dependention rain, make green our dream
There is jungle make the mysterious
There is shake of railway track, cause the swing , sometimes
There is sleep soundly
There is carsick
There is comfortable
There is afraid
if the train stop suddenly or arrived

This train i call heart train
Walk on the dark, to show the way
Roam the earth
may be it's just my subconsciousness desire.

SAMA SAJA

Seperti biru pegunungan yang terluka oleh hujan sepanjang hari
demikaian akan kulukiskan sebuah kesedihan diatas batu ini
Dingin dan gelap , berayun ayun didahan pepohonan
dan meningggalkan kekosongan di gerhana rembulan

Selalu saja ada malam di sajak sajakku yang terbuang
tetapi selalu saja kupunguti kembali
untuk kusihir menjadi sinar terang yang benderang
berhias nyanyian dan tari tarian
dan aku tersenyun , untuk kembali menangis

Tawa dan tangis , apa bedanya?
Ada dan tiada ; mendapatkan dan kehilangan ;
memiliki dan tidak memiliki; datang dan pulang;
tercipta dan musnah; pagi dan malam;
suka dan duka; cinta dan benci;
apa bedanya...............sama saja kurasa!

Monday, January 19, 2004

SEPOTONG KECIL KUEKU

Merah terakota meleleh dari gula gula disepotong kecil kue
bernama cinta
Manis , legit tiada tara, dikecap ribuan ujung syaraf
Dan ketika sore yang teduh menyuguhkan secangkir teh
Tak teralakkan hawa hawa berwarna merah muda menyublim
dari potongan potongan kamfer yan tergantung di pintu
Pengap telah ditempa sejuta cahaya
Meski pintu pintu belum dibuka , tapi peta telah jelas
menempatkan kota kota tua itu di bukumu , juga bukuku
Lengkap beserta skala dan denah pintu
Aku hanya tak ingin memenjarakan lebih lama sekawanan
tawanan perang ini di hamparan padang luas yang penuh dengan
ranjau ranjau
Ya, mesti berjingkat kaki menghindari ledakannya
untuk sampai diujung menara , mengibarkan bendera .
Dan sepotong kecil kue itu kita nikmati bersama setelahnya
sambil tertunduk malu.


Balikpapan 150104

Thursday, January 15, 2004

JIKA TERNYATA

Jika ternyata malam semakin menjelmakan bintang bintang
cerah tak berawan , maka pandanglah
mungkin seberkas kenangan akan mampir menorehkan
rindu yang usang
Dan jika sore yang ramah menemuimu dengan secawan
teh berasa anggur, hiruplah, kau takkan mabuk olehnya
Karena mereka bagian dari lukisan
didinding hati kita ,sekedar pajangan
sedangkan kita berdiri berhadapan
menyusun ranting ranting baru untuk
dijadikan sarang
bagi butir butir telur yang akan kita tetaskan
disuatu masa

Jika pagi terbit menghadirkan kicauan burung
Pandanglah kelangit, dan lihatlah anak anak puisi kita
Sedang belajar terbang mengarungi angkasa
Buah dari kesetiaan kita mengerami setiap kata dan
kalimat kalimat yang sempat mengasingkan kita dari
arah angin yang sebenar benarnya.

Balikpapan

Tuesday, January 13, 2004

EPILOG DIRI SENDIRI

Induk rusa berjalan seorang diri di ladang
hendak mencari anaknya yang mati
diterkam harimau tadi pagi
"...anakku, dimana mayatmu ? ini ibu datang
membawakan kain kafan dan kembang setaman ..."
Induk rusa berjalan kesana kemari
airmatanya berlinang , sedihnya tak terkatakan
"..anakku , dimana mayatmu....ibu rindu menyusuimu...."
Lalu dibalik gerumbul ada suara menjawab
"...disini aku ibu...kemarilah ! , kata induk harimau
siap menerkam .

AKU PULANG

Oleh kata kata aku lelah berbicara
pupus asaku dikepung seribu harap yang semu
runtuh sebelum tembok dibangun
hijau berlumut sebelum musim penghujan datang
aku pulang sebelum datang

Monday, January 12, 2004

SAJAK PELACUR

Aku terlanjur melacurkan diri pada kata kata
,melenguhkan setiap nikmat dari baitnya
Rongga kiasan penuh dengan merah cupangan
malam malam panjang, gelas gelas kopi, lampu lampu
tik tuk keyboard, minyak kayu putih , temanku

Aku pelacur kata kata
kutunggangi setiap laki laki
mimpi mimpi digelap kelam, kuluruhkan di sepenggal
bait bait suci , mantra mantra penghibur hati

Kuhisap setiap lendir yang meleleh dari senyap alinea
kuayak pinggulku bagi setiap kalimat bernyawa
sajak sajak meronta menahan erangan dipelukku
aku bersetubuh dengan semua huruf
Dan ketika pagi terbit , aku masih tak berbusana , memandang
anak anak puisi , yang terlahir dari rahimku
malam tadi

R I N A N T I

Embun embun itu terus membening di kelopak matamu
meneteskan dentingan nada di tuts tuts pianomu
menggumpalkan kecewamu pada hidup
carut marut galaumu tertuang di symponi yang ngilu
Barangkali akan terus kau gumamkan sejuta lukamu pada syair syairnya

Gelembungkanlah saja duka duka itu pada
lentera malam yang hampir padam
Ketuk ketukkan sayatannya pada derai alunan
Biar musnah cemasmu dihalau waktu
yang terus saja berjalan

Rindukanlah sejuta kunang kunang
terbang rendah di permukaan permadani kita
dan ketika kau ingin menangkapnya ,kau teringat
akan dongeng kuku orang mati, sehingga kau berbalik dan lari
membiarkan sejuta kunang kunang mengejarmu

Adikku , rembulan belum padam
meski kenyataan bergulir tak seperti yang kau harapkan
hitam dan putih bak tuts pianomu

dikamarmu yang hening dan biru
nantikanlah datangnya seorang pangeran dari negeri mimpi
mengecupmu dan membawamu pergi

OASE II

Mungkin benar katamu ini mataforgana
Oase di padang gersang, panas kerontang
Lalu sejukmu menenggelamkan
seribu lelah

Aku ingin singgah berlama lama disini
atau bahkan tak ingin lagi pergi
Tak henti membasuh luka luka
Atau sekedar berbaring ditepi telaga yang tercipta
dari teduh kata kata
Jikapun kecipak airnya meneggelamkan
aku hendak menyelaminya



BUNGA ANEMONE

Bahkan aku rela menjadi Adonis
Yang tewas diterkam binatang buas
Darahku menggenang kau tetesi airmata
menumbuhkan bunga bunga anemone
memprasastikan cinta sesaat yang
tak memerlukan kata kata

Seluas bukit lembah ini mewangi
mengenangkan cinta suci
berasal dari anak panah yang salah

Biarkan aku menjadi Adonis
bukannya Haeptus atau Ares
Biarkan aku hening dikesudahan yang pilu
Bunga bunga anemone mekar dan layu
dunia kembara kita

Wednesday, January 07, 2004

COTTO MAKASSAR

Resah resah telah di padatkan menjadi sebungkus ketupat
bersama semangkok cotto makassar , ku jadikan sarapan
hatinya , ampulnya , jantungnya , babat dan ususnya
diambil dari tubuhku tadi subuh
kuahnya dari air mataku
sambalnya dari darahku
yang di botol kecap itu air empedu
dan jeruk nipis terbuat dari keringatku

Lahap aku memakannya
semangkok kurang , ingin tambah
maka ku pesan pada penjualnya semangkok lagi
dan kubiarkan tubuhku di sembelih sekali lagi
aku toh terbiasa makan dagingku sendiri


070104

TARI UNTUK ARWAH


Di padang Jembrana ini aku melukis mata
telaga yang kering
biru yang usang
redup lilin lilin membakar dirinya sendiri
lalu mati ditiup matahari

Selain mata aku memahat lesung pipit
di pipi kanan kiri ladang ladang pembantaian mimpi
di ceruk ceruk , limbah sampah
jurang jurang penuh mayat
bangkai terkutuk

Di lembah Pohen aku menabuh gendang
dan menari bagi arwahmu yang gentayangan
di mataku
cinta memang telah pergi, tapi rindu tetap membiru


060104

Saturday, January 03, 2004

UNCHAINED MELODY

Mimpi mimpi malam telah berangkat beiringan menuju istana
Gelap yang mencekam
Sempurna ilalang merambati dedaunan di sepanjang jendela kamarku
Hembusan bayu mengibarkan korden korden biru ….
Kerinduan yang menggumpal
Pada awan hitam yang berarak menghampiri tidurku
Resah menggenapkan gerimis yang datang
Guntur dan kilat sama sekali tak besahabat
Teror di keanehan malam yang tak berkesudahan
Kesunyian melahap rakus tep tepi ranjangku yang berenda
Rapat mengempit dalam dalam irama nafasku yang memburu
Takut ini semakin merajalela di dinding dinding pembuluh darahku
Menyatu di sebuk serbuk rindu di sekeliling kamar yang membeku
Aku tahu , kau datang mengucap salam
Membelaiku dalam dingin es batu
Sungguh malam ini aku jengah , gelisahku menjadi jadi

Padahal tak ada yang harus kutakutkan
Meski kau harus datang hanya sebagai roh yang melayang layang
Betapa percintaan kita yang kelu di timpas waktu
Ajal yang datang dini merontakan rindu ini
Butuh berabad abad aku untuk tak terlalu memikirkanmu
Karena melupakanmu itu hal yang mustahil

Jadi malam ini aku pasrah saja pada bayangmu
Aku sangat paham kau datang untuk menggenapkan seisi rindu
Masihkah kita bersatu?
Sedang alam kita telah jauh berbeda

Lihatlah , buah hati kita telah tumbuh sebagai gadis kecil yang lucu
Tanpa pernah menanyakan dimana ayahku
Karena dia selalu mengira ayahnya adalah malaikat
Tinggal di surga terdekat

Gerimis di luar masih menyenandungkan lagu lama
Unchained melody , milik kita !

Shantined , 1 jan 04

Harvest in the dark

Malam menghadirkan bintang
Berkelebatan awan diantara angin selatan
Lalu turunlah dari langit satu cerita

Adalah suatu ladang di tumbuhi rerimbunan ilalang
Meranggas punah terbakar di sengat sangkala murka
Kini hujan rintik menumbuhkan satu dua ranting ranting muda
Bertunas dan tumbuh di musim semi yang hangat
Menghijau helai helai daun di terpa angin semilir
Dan ketika buah buah ranum hadir di setiap dahannya
Mampukah pohon menyembunyikannya?
Musim panen segera tiba

barangkali
Panen kali ini tanpa pengharapan
Panen kali ini di keremangan malam
Tak pelu hingar bingar
Tak perlu mimpi mimpi
Tak perlu bertabuhan gendang gendang
Cukup tangan tangan gemulai, memungut butir demi butir
Untuk di simpan sepanjang jaman

Dan ketakutan itu mengapa masih membelai
Setiap kelopak bunga yang kuncup di pagi hari
Apakah karena cemas akan datangnya rumput liar
Dan sulur sulur benalu
Atau bahkan badai taufan

Tapi panen tak mengenal waktu
Sebelum buahnya jatuh berceceran
Atau sekawanan burung berpesta pora

panen kali ini datang lebih
dini dari musim yang seharusnya

30 des 03