Wednesday, January 28, 2004

LOLONGANKU

Aku gemetar disuatu pagi , meratap, melolong, didanau yang kau namakan serambi harapan
Tanganku menggapai tapi tetap arus menenggelamkanku perlahan lahan
dan ketika tubuhku mati , remuk dipusaran air , sukmaku justru terbang mengitari malam, menghampiri lolongan lolonganku yang tercecer tak terpunguti.
Dan menaburkan bunga di serambi serambi itu , danau yang merah oleh darahku.
Air yang tak surut oleh waktu , gemuruh yang mengantar gelombang,serupa bias kemuning disenja yang muram.
Dan jasad membentuk renik renik , bahkan ada yang menjelma sebagai permata ,meski tenggelam di pasir , cahayanya sampai di pintu surga, rupanya terpa sinar surya menyampaikan kerlipnya.
Dan jika tanganmu yang kokoh memungutnya, tiba tiba saja ia berubah lagi menjadi lolongan panjang.
Entah mengapa hatimupun teriris dan mendesah perlahan.
Menggenggamnya dan meletakkan disudut ruangan , berharap suatu saat berubah menjadi sepotong nyanyian.
Ketika sarang laba laba dan debu mengurungnya lolongan itu tak ubahnya seperti batu candi yang belum tergali.
Reliefnya menyimpan berbagai cerita , namun retak oleh debur ombakku sendiri. Ya, lolonganku masih menyimpan debur ombak yang pertama kali menghempaskannya ketengah danau itu.
Telaga yang berombak kini masih terlihat merah oleh darah dan sukma yang terus bergentayangan masih berputar putar diatas gelombang .
Mencari dimana genggammu pernah menyimpan lolonganku yang hilang.
Mungkin juga kau telah lupa dimana kau menaruhnya.
Lalu mengapa kau menunggu termangu , bilakah lolongan itu menjelma nyanyian , jika tak kau basuh dan belai sayatan sayatannya.
Danau masih terbentang luas, tanah lapang bagi penantian .
Serigala yang terluka masih melolong panjang merindukan rembulan malam.



No comments: