Wednesday, March 23, 2005

Sajak Anak Pesut

Seekor anak pesut berenang-renang di sungai Mahakam
Ibunya hilang diterkam nelayan
“ iibu,ibu,ibu….aku rindu’
sambil menyusu pada oleng perahu.


Samarinda 2004 di muat di buku puisi
On /Off Dian Sastro For President 3

Ode Buat Kawan

Tetapi aku bukan embun
Malam mengendap dan siang lenyap di bakar matahari

Juga aku bukan telaga
Tempat berteduh dan melepas dahaga

Bukan juga lautan
Apalagi pelangi di awan

Karena aku hanya tepian
Antara bayang dan kenyataan

Bpp 2004 di muat di buku puisi
On/off Dian Sastro For President 3

INSOMNIA

Bumi telah tertidur
Malam
Malam

Terkenang akan gambarmu
aku berbicara pada gelap
tentang rindu tak berkesudahan

Malam telah tua
Merangkak kunang kunang ke tepi rembulan
Tapi aku masih saja merasa muda
untuk mencintaimu

Tenggelam pula riuh jagat raya
Kini senyap menelan segala kelam
Tapi aku masih saja merasa berwarna
Untuk mengirimimu sejuta pesona

Aku tak bisa tidur lagi
Sibuk berdandan , merias diri
Untuk menjadi pengantin wanitamu, suatu kali

Dadaku Penuh PAsir

Dadaku penuh dengan pasir
Berbukit bukit , berlereng lereng,
berceruk ceruk , berlembah lembah,
terjal dan curam
berbatu batu, berlumut lumut
berkarang karang, berombak ombak
tajam dan licin

dadaku sarat dengan pasir
membentuk istana
puri persemayaman raja

dan dadaku penuh dengan pasir
yang menimbun nama nama
setiap laut pasang
mengirimkan riaknya


( 22 03 05 )

Tuesday, March 08, 2005

PELANGI

Tak ada mimpi
malamku basi
Bulan hanya setengah
dan pungguk masih terperangah

Hujan rintik
aku lupa
bahwa pelangi tak mungkin turun
di malam hari

ZIARAH GITAR

Temaram kalbu
denting gitarmu
serukan rupa rupa sejarah
meliuk di pusaran arah

Pintu telah berderit
buka,tutup
tutup,buka
dan linangan air mata
memaksaku berziarah
sepanjang perjalanan kasat mata

kelok kelok nada
melenting lentingkan ingatan
kubayangkan separuh umurku di masa silam
telah terbenam di hunian syurga yang hilang
terbuat dari janji gitar tua
mendenguskan alunan syair jiwa

Sebongkah kenangan melesat
menusuk nusuk bola mataku
pecahkan gendang telinga
oleh dawai dawai
melagukan impian pengantin yang tak beranjang

Kini usai
dan kita pulang membawa penat
ke masing masing lingkaran
berputar putar mencari pintu
di tanah yang lapang

PERJALANAN

Aku belum benar benar mengerti
arah kemana,saat itu
kita berjalan
melewati malam dan sunyinya padang
mengarungi petang dan gaduhnya jeram

Ku kira kita akan berlabuh di dermaga
andai laut menanyakan tujuan

Tapi bahtera terus melaju,menderu
meninggalkan angin
dan ternyata samudera begitu besarnya
Arung kita tak ada tepi

Lima benua,ribuan selat,jutaan pulau
karang,lautan es,gelombang,badai taufan
telah lalu
dan oleh peluit panjang mercu suar,kita terhentak
kembali menghitung koordinat koordinat,menghampar peta
dan tentukan kapan,dimana hendak mendarat.

( untuk ps )

Thursday, December 30, 2004

Memandang Mayat

Mataku memandang mayat
Itu mayat ibuku, itu mayat anakku, itu mayat suamiku
Itu mayat saudaraku, itu mayat sahabatku

Aku memandang mayat
Aku memandang gumpalan-gumpalan daging tersayat
Tersapu badai, bah yang mengamuk

Aku memandang mayat
Telingaku mendengar jerit
Kulitku tertusuk sakit

Kini aku dingin dan lapar
Kotaku mati

Tak ada kata-kata yang mewakili sakit kami
Tak satupun kalimat yang terucap
Kecuali zdikir dan takbir

Aku memandang mayat
Bergelimpangan meninggalkan mimpi
Tumpang tindih dengan tangis yang ditinggalkan.



Bpp, 30 des 2004




Tuesday, August 10, 2004

Kuyu

Panji panji yang telah patah membentuk sinar kabur
menelangsap buram carut marut pias wajahmu yang tersembur
desis ular derik berbisa
dan tubuhmu yang tegap , terkulai oleh lilitannya.
Akhh....lagi lagi kau bisikkan sepenggal nama itu
sedang purnama menantimu di ujung danau

Lalu kau perlahan bangun dan kembali berjalan
kepematang yang menghubungkan kenyataan
dan mimpi mimpimu yang panjang.
Sesaat kau sadar dan bicara tentang surga
yang kau lukiskan di rongga rongga kelaminmu.
Bahkan kau mengandaikan dirimu sebagai
Rama yang sedang dikejar kejar oleh shinta
Akhh....biarkan beribu ribu Shinta tercipta dari derai alunan pianomu.

Andai saja engkau tahu,
wajahmu memang telah kuyu mengelana sepanjang buana
mencari sepotong kayu yang kau puja sebagai tongkat nirmala
tapi sebenarnya telah terbit di matahatimu yang tak pernah mati
sekuncup bunga sepanjang musim
dikelopaknya hanya tertulis : aku mencari kasih !


untuk teratai liarku

Friday, April 09, 2004

TERATAI LIAR

Aku rindu bunga yang tumbuh dari matamu
teratai liar yang mengapung di telagamu, biru
Menjulur penuh makna , menohokku dengan caramu sendiri
tatap yang tak asing
saat kali pertama berjumpa

Dan denting denting nadamu terus mengalir
membasahi mimpiku
Bahkan telah robek keperawananku
oleh ketukan ketukan jemarimu di tuts itu
yang melebur semua imajinasi tentang kesunyian yang terperangkap
dilautan gundah depan rumahmu

Aku begitu rindu bunga yang tumbuh dari matamu
mengajakku bicara sepanjang malam
saat debur ombak menulikan telinga kita
Bisikkanlah ceritamu tentang melodi yang tela menghukummu
menjadi hambanya sepanjang jaman
tak berkesudahan
Agar bila saatku terbangun disuatu pagi
kupunguti ceceran bayangmu yang masih tersisa
melekat di dinding dinding lantai kamarku

Karena aku melihat engkau datang sebagai pahlawan
Sepucuk senapan adalah denting dawai gitarmu
Sebusur anak panah adalah tiupan terompetmu
Laras panjang yang kau panggul adalah alunan
Barisan pasukan berkuda ada dibawah kemudi tanganmu
Mengendalikan sejuta nada penuh harmoni
Syahdu……
Sejenak kupeluk kibar semangatmu yang menggelegar
penuhi langit , cakrawala persada

Tapi aku hanya merindukan bunga yang tumbuh dari matamu
Teratai liar yang mengapung ditelaga birumu
Jika kau ijinkan , akan kupetik saat ku tercebur suatu kali.


BELENGGU

Rupanya malam telah membelengguku
Dengan rantai rantai besi, sandera berupa rupa kerinduanku
Pada ilalang dihutan , pada kupu kupu dipadang
Aku tak bisa terbang, sayapku patah dan tumpang tindih
Dengan mayat mayat binatang
Sedang aku ingin pulang

Petak petak penjara ini tela kuanggap peseban
Dengan ruing ruing tawar berkumandang pekakkan telinga
Aku telah menganggapnya sebagai untaian nada
Meski terjerat aku didalam erangnya , mengiris urat urat nadiku
Menyemburkan darah disekaratku yang bisu
Biarlah.

Mahajana dikepalaku telah mengukir namamu
Tingkap tingkap langit menyambut hadirmu penuh tabir
Dan aku tetap terbelenggu
Merayakan bulan si pecundang disangkarku
Dan kubiarkan malam terus saja bersekongkol dengan rinai hujan
Menghukumku dengan cambuk dan dingin yang menancap di tulang
Sedang aku ingin pulang
Meratap ingin pulang
Meski ku tahu aku tak sedang bepergian.

Thursday, January 29, 2004

INI

ini gunung , ini gugusan , dan ini derai semilirnya
ini laut , ini ombak , dan ini batu karangnya
ini api , ini bara , dan ini abunya
ini telaga , ini biru , dan ini batunya
ini rumah , ini halaman , dan ini kuncinya
ini cinta , ini rindu , dan ini airmatanya
demikianlah kulukis semuanya di bebatuan hatiku yang kelam

ini pagi , ini terang , dan ini mataharinya
ini hutan, ini rusa , dan ini api unggunnya
ini kamar , ini bantal , dan ini mimpinya
ini lagu , ini nada , dan ini lengkingannya
demikian tak lagi kulukis , melainkan kusihir menjadi nyata !

PENGEMBARA YANG LETIH

Sesungguhnya aku masih mengembara , mengelabuhi seluruh panca indera, melesat kelangit impianku sendiri ,merajalela melukis warna warni kusuka, kugoreskan ke kanfas cakrawala.
Aku terbang tinggi di awan , memetik bintang , mendekap matahari.
Mengunyah segala rupa kembang dan madu, meski duri dan racun mengintaiku.
Menjelajah hutan rimba , semak belukar, berburu harimau, menantang singa, menyembelih ular betina, merobohkan pohon raksasa, betapa perkasanya aku !
Mataku masih nyalang bagai elang , mencari apa yang pernah hilang.
Tanganku tak henti menyelusup kesetiap saku baju.
Hidungku mengendus setiap bau yang kukenal, dan telingaku bak telinga kucing yang mendengar denting piring.
Tapi rasa rasanya ini percuma ,aku kelelahan dan sakau di perempatan. Linglung sendirian ,gelap malam mengajakku berteduh dari hujan badai , di puing puing yang kusukai.
Maka kubuka telapak tanganku bagi segumpal awan yang singgah diteras rumahku.
Kutampar segala bayang kerinduan , dan kumulai lagi perjalanan, ketika genap lelahku kubenamkan dibayangmu yang datang kemudian.
Arum jeram mendamparkanku kesepotong nafasmu kini , saat buli buli di pundakku nyaris mengering.
Maka kurobek robek segala peta yang mengajariku alur alur arah yang harus kulewati .Persetan dengan arah angin dan spedoometer , bahkan aku telah lupa aku ini naik apa , tiba tiba saja kita telah bertatap muka. Entah kau ini datang dari penjuru sebelah mana.
Lalu kita berlomba melukis rasa, tentu warna kita beda, tapi luka kita sama.
Garis garis kesedihan tercarut marut disekujur kata kata . Biru melebam kisah kita yang berawal dari lelehan lilin yang bernama cinta. Jelaga yang menghitam membutakanku atas segala bayang bayang , hanya bayangmu datang memendarkan sinar terang.Cahaya di kegelapan .
Angin semilir masuk menggantikan pengap ruangan .Oh ..andai saja kita bertemu di salah satu ruangan yang dulu kututup mati. Tapi demi langit dan bumi , entah mengapa aku telah merasa mengenalmu berjuta tahun yang lalu , dan kini datang lagi sebagai reinkarnasi, atau ilusi penipu diri , ataukah sekedar mimpi?
Senja telah hampir tiba saat kutemukan dirimu menunggu dipintu , dan aku juga menunggu dipintu yang lainnya. Lalu di ruang yang mana kita akan bertemu?
Kurasa aku tak lagi perkasa kini, bahkan tergolek lemah di lembah. Bukan karena kegetiran yang menghanguskan kembang. Namun karena kuncup yang tak kunjung jua kau petik,sedang madunya telah kutawarkan padamu, hanya padamu. Percayalah, kuncup ini bukan kembang yang dulu layu.
Lemah gemulai tarian kupu kupu di untaian selendang maya yang telah kita kibarkan. Pantaskah aku menantikan sayapmu merengkuhku?karena terlalu indah lukisan di kepakan tinggi sayapmu.

23.50 wita , 29 jan 04

Wednesday, January 28, 2004

LOLONGANKU

Aku gemetar disuatu pagi , meratap, melolong, didanau yang kau namakan serambi harapan
Tanganku menggapai tapi tetap arus menenggelamkanku perlahan lahan
dan ketika tubuhku mati , remuk dipusaran air , sukmaku justru terbang mengitari malam, menghampiri lolongan lolonganku yang tercecer tak terpunguti.
Dan menaburkan bunga di serambi serambi itu , danau yang merah oleh darahku.
Air yang tak surut oleh waktu , gemuruh yang mengantar gelombang,serupa bias kemuning disenja yang muram.
Dan jasad membentuk renik renik , bahkan ada yang menjelma sebagai permata ,meski tenggelam di pasir , cahayanya sampai di pintu surga, rupanya terpa sinar surya menyampaikan kerlipnya.
Dan jika tanganmu yang kokoh memungutnya, tiba tiba saja ia berubah lagi menjadi lolongan panjang.
Entah mengapa hatimupun teriris dan mendesah perlahan.
Menggenggamnya dan meletakkan disudut ruangan , berharap suatu saat berubah menjadi sepotong nyanyian.
Ketika sarang laba laba dan debu mengurungnya lolongan itu tak ubahnya seperti batu candi yang belum tergali.
Reliefnya menyimpan berbagai cerita , namun retak oleh debur ombakku sendiri. Ya, lolonganku masih menyimpan debur ombak yang pertama kali menghempaskannya ketengah danau itu.
Telaga yang berombak kini masih terlihat merah oleh darah dan sukma yang terus bergentayangan masih berputar putar diatas gelombang .
Mencari dimana genggammu pernah menyimpan lolonganku yang hilang.
Mungkin juga kau telah lupa dimana kau menaruhnya.
Lalu mengapa kau menunggu termangu , bilakah lolongan itu menjelma nyanyian , jika tak kau basuh dan belai sayatan sayatannya.
Danau masih terbentang luas, tanah lapang bagi penantian .
Serigala yang terluka masih melolong panjang merindukan rembulan malam.



Friday, January 23, 2004

THE TRAIN

I think the train to begin to move slowly
leaved the old station
The tree was vagued , fly beside our windows
The poles are run , i can't see decided
It's true , the train to begin to move, to climb the mountain
bending and spreading
go to next station or fly to the moon

There is breeze make the sleepy
There is mountain range , make to be dew our face
There is race field dependention rain, make green our dream
There is jungle make the mysterious
There is shake of railway track, cause the swing , sometimes
There is sleep soundly
There is carsick
There is comfortable
There is afraid
if the train stop suddenly or arrived

This train i call heart train
Walk on the dark, to show the way
Roam the earth
may be it's just my subconsciousness desire.

SAMA SAJA

Seperti biru pegunungan yang terluka oleh hujan sepanjang hari
demikaian akan kulukiskan sebuah kesedihan diatas batu ini
Dingin dan gelap , berayun ayun didahan pepohonan
dan meningggalkan kekosongan di gerhana rembulan

Selalu saja ada malam di sajak sajakku yang terbuang
tetapi selalu saja kupunguti kembali
untuk kusihir menjadi sinar terang yang benderang
berhias nyanyian dan tari tarian
dan aku tersenyun , untuk kembali menangis

Tawa dan tangis , apa bedanya?
Ada dan tiada ; mendapatkan dan kehilangan ;
memiliki dan tidak memiliki; datang dan pulang;
tercipta dan musnah; pagi dan malam;
suka dan duka; cinta dan benci;
apa bedanya...............sama saja kurasa!

Monday, January 19, 2004

SEPOTONG KECIL KUEKU

Merah terakota meleleh dari gula gula disepotong kecil kue
bernama cinta
Manis , legit tiada tara, dikecap ribuan ujung syaraf
Dan ketika sore yang teduh menyuguhkan secangkir teh
Tak teralakkan hawa hawa berwarna merah muda menyublim
dari potongan potongan kamfer yan tergantung di pintu
Pengap telah ditempa sejuta cahaya
Meski pintu pintu belum dibuka , tapi peta telah jelas
menempatkan kota kota tua itu di bukumu , juga bukuku
Lengkap beserta skala dan denah pintu
Aku hanya tak ingin memenjarakan lebih lama sekawanan
tawanan perang ini di hamparan padang luas yang penuh dengan
ranjau ranjau
Ya, mesti berjingkat kaki menghindari ledakannya
untuk sampai diujung menara , mengibarkan bendera .
Dan sepotong kecil kue itu kita nikmati bersama setelahnya
sambil tertunduk malu.


Balikpapan 150104

Thursday, January 15, 2004

JIKA TERNYATA

Jika ternyata malam semakin menjelmakan bintang bintang
cerah tak berawan , maka pandanglah
mungkin seberkas kenangan akan mampir menorehkan
rindu yang usang
Dan jika sore yang ramah menemuimu dengan secawan
teh berasa anggur, hiruplah, kau takkan mabuk olehnya
Karena mereka bagian dari lukisan
didinding hati kita ,sekedar pajangan
sedangkan kita berdiri berhadapan
menyusun ranting ranting baru untuk
dijadikan sarang
bagi butir butir telur yang akan kita tetaskan
disuatu masa

Jika pagi terbit menghadirkan kicauan burung
Pandanglah kelangit, dan lihatlah anak anak puisi kita
Sedang belajar terbang mengarungi angkasa
Buah dari kesetiaan kita mengerami setiap kata dan
kalimat kalimat yang sempat mengasingkan kita dari
arah angin yang sebenar benarnya.

Balikpapan

Tuesday, January 13, 2004

EPILOG DIRI SENDIRI

Induk rusa berjalan seorang diri di ladang
hendak mencari anaknya yang mati
diterkam harimau tadi pagi
"...anakku, dimana mayatmu ? ini ibu datang
membawakan kain kafan dan kembang setaman ..."
Induk rusa berjalan kesana kemari
airmatanya berlinang , sedihnya tak terkatakan
"..anakku , dimana mayatmu....ibu rindu menyusuimu...."
Lalu dibalik gerumbul ada suara menjawab
"...disini aku ibu...kemarilah ! , kata induk harimau
siap menerkam .

AKU PULANG

Oleh kata kata aku lelah berbicara
pupus asaku dikepung seribu harap yang semu
runtuh sebelum tembok dibangun
hijau berlumut sebelum musim penghujan datang
aku pulang sebelum datang